denzcanaria.blogspot.com
- Gedung Merdeka di jalan
Asia-Afrika, Bandung, Indonesia, adalah gedung yang pernah digunakan sebagai
tempat Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika tahun 1955. Pada saat ini
digunakan sebagai museum.
Bangunan ini dirancang
oleh Van Galen Last dan C.P. Wolff Schoemaker. Keduanya adalah
Guru Besar pada Technische Hogeschool (Sekolah Teknik Tinggi),
yaitu ITB sekarang, dua arsitektur Belanda yang terkenal pada masa
itu, Gedung ini kental sekali dengan nuansa art deco dan gedung megah
ini terlihat dari lantainya yang terbuat dari marmer buatan Italia yang
mengkilap, ruangan-ruangan tempat minum-minum dan bersantai terbuat dari kayu
cikenhout, sedangkan untuk penerangannya dipakai lampu-lampu bias kristal yang
tergantung gemerlapan. Gedung ini menempati areal seluas 7.500 m2.
Pada saat itu bangunan
ini bernama SOCIËTEIT CONCORDIA dipergunakan sebagai tempat rekreasi
oleh sekelompok masyarakat Belanda yang berdomisili di kota Bandung dan
sekitarnya. Mereka adalah para pegawai perkebunan, perwira, pembesar,
pengusaha, dan kalangan lain yang cukup kaya. Pada hari libur, terutama malam
hari, gedung ini dipenuhi oleh mereka untuk menonton pertunjukan kesenian,
makan malam.
Pada masa pendudukan
Jepang gedung ini dinamakan Dai Toa Kaman dengan fungsinya sebagai pusat
kebudayaan.
Pada masa proklamasi
kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 gedung
ini digunakan sebagai markas pemuda Indonesia guna menghadapi tentara Jepang
yang pada waktu itu enggan menyerahkan kekuasaannya kepada Indonesia.
Setelah pemerintahan
Indonesia mulai terbentuk (1946 - 1950) yang ditandai oleh adanya pemerintahan
Haminte Bandung, Negara Pasundan, dan Recomba Jawa Barat, Gedung Concordia
dipergunakan lagi sebagai gedung pertemuan umum. disini biasa diselenggarakan
pertunjukan kesenian, pesta, restoran, dan pertemuan umum lainnya.
Dengan keputusan
pemerintah Republik Indonesia (1954) yang menetapkan Kota Bandung
sebagai tempat Konferensi Asia Afrika, maka Gedung Concordia terpilih sebagai tempat
konferensi tersebut. Pada saat itu Gedung Concordia adalah gedung tempat
pertemuan yang paling besar dan paling megah di Kota Bandung. Dan lokasi nya
pun sangat strategis di tengah-tengah Kota Bandung serta dan dekat dengan hotel
terbaik di kota ini, yaitu Hotel Savoy Homann dan Hotel Preanger
Dan mulai awal tahun 1955
Gedung ini dipugar dan disesuaikan kebutuhannya sebagai tempat konferensi
bertaraf International, dan pembangunannya ditangani oleh Jawatan Pekerjaan
Umum Propinsi Jawa Barat yang dimpimpin
oleh Ir. R. Srigati Santoso, dan pelaksana pemugarannya adalah : 1) Biro
Ksatria, di bawah pimpinan R. Machdar Prawiradilaga 2) PT. Alico, di bawah
pimpinan M.J. Ali 3) PT. AIA, di bawah pimpinan R.M. Madyono
Setelah terbentuk
Konstituante Republik Indonesia sebagai hasil pemilihan umum tahun
1955, Gedung Merdeka dijadikan sebagai Gedung Konstituante. Karena Konstituante
dipandang gagal dalam melaksanakan tugas utamanya, yaitu menetapkan dasar
negara dan undang-undang dasar negara, maka Konstituante itu dibubarkan
oleh Dekrit Presidentanggal 5 Juli 1959. Selanjutnya, Gedung Merdeka
dijadikan tempat kegiatan Badan Perancang Nasional dan kemudian menjadi Gedung
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) yang terbentuk tahun 1960.
Meskipun fungsi Gedung Merdeka berubah-ubah dari waktu ke waktu sejalan dengan
perubahan yang dialami dalam perjuangan mempertahankan, menata, dan mengisi
kemerdekaan Republik Indonesia , nama Gedung Merdeka tetap terpancang pada
bagian muka gedung tersebut.
Pada tahun 1965 di Gedung Merdeka dilangsungkan Konferensi Islam Asia Afrika. Pada tahun 1971 kegiatan MPRS di Gedung Merdeka seluruhnya dialihkan ke Jakarta . Setelah meletus pemberontakan G30S/ PKI, Gedung Merdeka dikuasai oleh instansi militer dan sebagian dari gedung tersebut dijadikan sebagai tempat tahanan politik G30S/ PKI. Pada bulan Juli 1966, pemeliharaan Gedung Merdeka diserahkan oleh pemerintah pusat kepada Pemerintah Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Barat, yang selanjutnya oleh Pemerintah Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Barat diserahkan lagi pelaksanaannya kepada Pemerintah Daerah Tingkat II Kotamadya Bandung. Tiga tahun kemudian, tanggal 6 Juli 1968, pimpinan MPRS di Jakarta mengubah surat keputusan mengenai Gedung Merdeka (bekas Gedung MPRS) dengan ketentuan bahwa yang diserahkan adalah bangunan induknya, sedangkan bangunan-bangunan lainnya yang terletak di bagian belakang Gedung Merdeka masih tetap menjadi tanggung jawab MPRS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
kasih komentar di bawah